Pamong Belajar SKB di Blora Minim, Hanya Ada 7 dari Idealnya 35 Orang

BLORA, Lingkarjateng.id – Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Satuan Pendidikan Non-Formal Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Dinas Pendidikan (Disdik) Blora, Jumini, mengatakan bahwa jumlah guru non-formal yang berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau biasa disebut pamong belajar itu sangat minim. Ia menyebut, mayoritas pendidik di SKB adalah guru pembantu atau tutor.

Jumini menjelaskan, seorang guru bisa disebut sebagai pamong belajar dan mendapat insentif yang layak saat mengajar di SKB maka harus PNS.

“Untuk jumlah pamong belajar di SKB Blora saat ini ada tujuh orang. Namun, aturan dari pusat itu, satu SKB harus ada 35 pamong belajar. Untuk tahun depan itu mendapat jatah untuk lima orang yang menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). Saat ini tenaga pendidik yang belum PNS atau disebut tutor mendominasi dengan jumlah 11 orang,” ujar Jumini belum lama ini.

Sementara itu, jumlah Pelatihan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) di Kabupaten Blora yang sejenis dengan SKB cukup banyak.

“SKB adalah sekolah non-formal negeri satu-satunya yang ada di Blora dan terdaftar di Kemendikbudristek. Hampir di setiap kecamatan di Kabupaten Blora itu ada PKBM. Namun, yang mengelola tempat itu adalah pihak swasta. Berbeda halnya dengan SKB Blora, yang mengelola adalah kementerian pusat. Sehingga dana untuk fasilitas gedung itu, kami dapat dari dana alokasi khusus (DAK) serta tenaga pendidik harus PNS dan terlatih,” jelasnya.

Sementara itu Kepala Bidang (Kabid) Pendidikan Masyarakat dan PAUD Dinas Pendidikan Blora Nuril Huda mengatakan, SKB itu satuan pendidikan non-formal negeri yang dibawahi langsung oleh Kementerian Pendidikan. Ia menilai, keberhasilan SKB perlu ditunjang dengan dukungan dan peran pamong belajar yang kompeten.

Tak hanya itu, ia menyampaikan bahwa pamong belajar di SKB dituntut untuk bisa menumbuhkan kreativitas dalam proses pembelajaran.

“SKB ini adalah pengganti tempat belajar anak-anak yang biasanya mendapat perundungan dan korban kekerasan di sekolah formal mereka dulu. Ada juga sebagai tempat belajar mereka yang ambil program kejar paket. Pada intinya, SKB itu tempat mereka untuk mengembangkan potensi dan penekanan pengetahuan, sikap, dan kepribadian. Untuk itu, perlu ada pelayanan pendidikan yang setara dengan pendidikan formal,” tegas Nuril Huda. (Lingkar Network | Hanafi – Koran Lingkar)