Sengketa Pembangunan Pagar Perumahan, Warga Karangbener Kudus Tuntut Pemdes Kembalikan Fungsi Parit

KUDUS, Lingkarjateng.id – Puluhan warga yang memiliki lahan di area persawahan di RT 2 RW 8 Dusun Ngelo, Desa Karangbener, Kecamatan Bae, Kabupaten Kudus marah lantaran parit yang berada di samping kanan dan kiri jalan area ditutup tembok bangunan perumahan.  Mereka merasa dirugikan atas pencurian lahan yang dilakukan pihak perumahan.

Diketahui lokasi jalan hingga parit merupakan lahan hibah dari warga sejak puluhan tahun lalu. Kini, jalan tersebut ditutup aksesnya dengan blokade yang dilakukan warga setempat.

Terlihat spanduk bertuliskan menuntut Pemdes Karangbener untuk segera mengembalikan parit warga, karena parit tersebut seharusnya untuk aliran air hujan dan bukan untuk didirikan pagar pengembang.

“Sekitar tahun 1985 warga yang memiliki tanah di lokasi tersebut diundang Kepala Desa Karangbener saat itu untuk membuat jalan desa dengan lebar 3 meter dan panjang 500 meter. Masing-masing warga pun mewakafkan tanah yang dimiliki untuk digunakan sebagai jalan menuju area persawahan,” ujar Basuki di Kudus, baru-baru ini.

Seiring berjalannya waktu, kata Basuki, tanah di lokasi tersebut mulai dijual. Beberapa di antaranya dibeli pengembang dan dibuat perumahan.

“Sekitar tahun 2015 itu tanah dibeli pihak pengembang, termasuk parit, diuruk pakai tanah. Jadi (bekas) parit itu dibuat pagar sepanjang sekitar 150 meter,” ucapnya.

Penutupan parit itu, lanjut Basuki, sempat dikomplain warga untuk dihentikan. Namun ternyata pihak pengembang kembali melanjutkan membangun pagar dan menutup parit setelah sempat berhenti sekitar 3 bulan sebelumnya.

Imbas parit yang tertutup, lanjutnya, membuat air meluap ke jalan dan merugikan petani yang memiliki lahan di sekitar lokasi. Bahkan di masa depan, Basuki khawatir penghuni perumahan di lokasi tersebut merasa dirugikan karena tidak ada saluran air yang mengarah ke sungai. 

“Jadi kami meminta kepada pemerintah desa untuk mengembalikan parit kami di sisi kanan dan kiri jalan dari ujung utara sampai dengan selatan ke arah jalan dan dibuang ke barat arah sungai,” tegasnya.

Kerugian atas penutupan parit juga dirasakan oleh Munaji. Ia mengaku memiliki lahan yang cukup luas di sisi barat jalan.

“Kalau musim hujan, tanaman saya jadi busuk. Kemarin saja waktu saya mau jual kencur yang saya tanam, itu nggak ada yang mau beli,” keluh Munaji. 

Ia berharap Pemerintah Desa Karangbener segera membuatkan parit yang baru di sisi kanan maupun kiri jalan agar air hujan bisa mengalir ke sungai sehingga tidak merusak jalan maupun lahan pertanian warga. 

Dihubungi terpisah, Kepala Desa (Kades) Karangbener Arifin menyampaikan, dari keterangan perangkat desanya diketahui bahwa dulu warga swadaya mewakafkan tanahnya untuk dijadikan jalan. Namun hal itu hanya lisan semata, tidak ada bukti secara tertulis.

“Tapi saat hibah swadaya itu tidak ada hitam di atas putih ataupun keterangan. Sertifikat juga belum diubah. Selama belum diubah itu masih jadi perorangan,” kata Arifin.

Oleh karena itu, pihak pengembang awal membangun lahan tersebut sesuai dengan luasan sertifikat dan akhirnya pindah tangan dan didirikan pagar tembok. Pemerintah desa, menurut Arifin telah berupaya berkoordinasi dengan beberapa pihak terkait dan mencoba melakukan mediasi.

Namun saat mediasi, pemegang perumahan tidak datang. Hingga akhirnya polemik itu pun belum menuai titik temu.

“Tidak jadi musyawarah dan tidak jadi ada solusinya karena pemilik tanahnya tidak datang,” jelasnya. 

Ia memaparkan, sebenarnya pihak pengembang sudah membuat aliran air namun tetap di dalam pagar perumahan. (Lingkar Network | Ihza Fajar – Lingkarjateng.id)