PATI, LINGKAR – Belasan warga yang tergabung dalam Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Lidik Krimsus mendatangi kantor Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Pati pada Jumat siang (2/2).
Kedatangan mereka ini untuk mempertanyakan adanya dugaan pungutan liar alias pungli di lingkungan SMP negeri.
Slamet Widodo selaku koordinator aksi menyampaikan, ada laporan di beberapa SMP negeri yang menarik iuran sukarela kepada orang tua atau wali murid siswa. Beberapa diantaranya adalah SMPN 1 Pati, SMPN 7 Pati, SMPN 5 Pati, SMPN 1 Tlogowungu, dan SMPN 1 Gabus.
“Disini ada dugaan bahwasanya ada kegiatan yang terkesan ada pungutan atau iuran di lingkup SMP Negeri,” jelasnya.
Widodo pun sangat menyayangkan adanya temuan dugaan pungli ini. Pasalnya, dalam surat dari komite sekolah yang meminta sumbangan sukarela, disebutkan jumlah nominal.
Dicantumkannya nominal inilah yang dinilai oleh Widodo bukan merupakan sukarela lantaran dibebankan nominal.
“Kami tidak bisa menuduh karena ini baru dugaan. Tapi kalau mengarah dan tidak bisa dijelaskan Disdik, ini adalah dugaan pungli.
Iuran sukarela sudah itu bagaimana, karena ketentuan disebutkan. Ini kan ada iuran yang sudah ditentukan berbeda dengan kata sukarela,” imbuhnya.
Menanggapi adanya dugaan ini, Plt Disdikbud Pati Tulus Budihardjo menyebut jika komite sekolah boleh menggalang dana atau iuran dari orangtua atau wali murid.
Hal ini kata Tulus sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) nomor 75 tahun 2016 tentang Sumbangan di Satuan Pendidikan.
Terkait adanya nominal yang disebutkan, dirinya menyebut angka itu hanya asumsi kebutuhan. Sehingga, orang tua wali tidak wajib untuk membayar sepenuhnya.
“Yang namanya komite sekolah itu boleh menggalang dana. Ini hanya perkiraan kebutuhan, asumsi kebutuhan anggaran untuk suatu kegiatan. Ini bukan pemaksaan, karena yang namanya sumbangan ya sukarela,” sambung Tulus.
Dikatakan olehnya, sumbangan sukarela semacam ini seringkali dilakukan oleh sekolah unggulan. Faktor banyaknya murid disinyali menjadi penyebab banyaknya kebutuhan anggaran untuk pelaku kegiatan sekolah.
“Tidak ada iruan karena dianggap kurang menarik. Justru di sekolah yang muridnya banyak. Karena itu tuntutannya juga banyak,” tutupnya. (ARIF FEBRIYANTO – LINGKAR.NEWS)