PURWOKERTO, Lingkar.news – Angka stunting di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah mencapai 2.455 kasus pada bulan Oktober 2023. Angka tersebut mengalami penurunan dari semula yang terdapat 4.494 kasus pada bulan Januari 2023.
Penurunan angka stunting di Cilacap itu terjadi karena Pemerintah Kabupaten (Pemkab) bersama pemangku kepentingan melakukan berbagai upaya, termasuk membuat inovasi Kancing Merah yaitu Gerakan Cegah Stunting Masa Depan Cerah.
“Kabupaten Cilacap memang angka stuntingnya cukup tinggi dan sesuai dengan instruksi Presiden Joko Widodo waktu itu bahwa semua kabupaten/kota diminta untuk melakukan percepatan penurunan stunting,” kata Kepala Dinkes Kabupaten Cilacap, Pramesti Griana Dewi pada Selasa, 21 November 2023.
Pemkab Cilacap membentuk Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) pada bulan April 2022. Kemudian pada bulan November 2022, Penjabat (Pj) Bupati Cilacap Yunita Dyah Suminar membuat satu ide, terobosan, ataupun inovasi untuk lebih menajamkan upaya percepatan penurunan stunting tersebut.
“Jadi, dari TPPS sudah melaksanakan berbagai kegiatan sejak dari perencanaan, kemudian pelaksanaan, maupun mengoordinasi semua lintas sektor yang terkait. Kemudian dari Pemkab Cilacap dan Dinas Kesehatan, dalam hal ini membuat suatu terobosan berupa inovasi yang disebut dengan Kancing Merah, yaitu Gerakan Cegah Stunting Masa Depan Cerah,” tuturnya.
Ia mengatakan inovasi yang berhubungan langsung dengan upaya untuk percepatan penurunan stunting tersebut dimulai sejak bulan Januari 2023 dan masih berjalan sampai dengan saat ini.
Dalam pelaksanaannya, kata dia, inovasi Kancing Merah ini meliputi enam pilar kegiatan yang meliputi mengonsumsi gizi seimbang, kemudian air susu ibu (ASI) ekslusif 6 bulan, rutin ke posyandu, menggunakan jamban sehat, cuci tangan pakai sabun, dan menggunakan air bersih
“Dengan keenam pilar tersebut, kita semua berupaya untuk menurunkan angka stunting di Kabupaten Cilacap,” ujarnya.
Dia mengatakan kegiatan tersebut didukung dengan penganggaran yang cukup karena ada peningkatan jumlah anggaran untuk stunting dari Rp 12,7 miliar pada tahun 2022 menjadi Rp 72,7 miliar pada 2023.
Menurut dia, anggaran penanganan stunting tersebut berasal dari berbagai sumber seperti APBD, Dana Desa untuk pemberian makanan tambahan (PMT), program tanggung jawab sosial lingkungan, anggaran stunting reguler di desa, dan bantuan operasional penyelenggaraan (BOP) untuk pengadaan beras fortifikasi.
“Kegiatan yang sudah rutin dilaksanakan di Dinas Kesehatan yang didukung puskesmas dan posyandu, yaitu penimbangan serentak untuk mengidentifikasi balita yang berisiko stunting,” ujarnya.
Pramesti mengatakan dari kegiatan penimbangan serentak itu akan terlihat berapa jumlahnya balita yang mengalami stunting atau mengalami gizi kurang ataupun mengalami gizi buruk.
Pada awal kegiatan, kata dia, pihaknya melakukan penimbangan serentak kepada seluruh balita yang ada di Cilacap didapatkan sejumlah 4.494 balita yang stunting maupun potensi stunting.
“Ini kita lakukan intervensi dengan pemberian makanan tambahan lokal, kemudian juga pola asuh, pola pemberian makan, menguatkan edukasi ibu-ibu balita, dan juga memperbaiki menu makanan maupun cara pemberian makan. Saat dilakukan evaluasi sejak Triwulan I, Triwulan II, dan Triwulan III sudah terlihat penurunannya,” jelasnya.
Selanjutnya pada Triwulan IV atau bulan Oktober 2023, kata dia, didapatkan angka stunting yang sebelumnya mencapai 4.494 kasus itu turun menjadi 2.455 kasus atau terjadi penurunan sebanyak 45 persen.
Terkait dengan hal itu, dia mengatakan pihaknya akan terus berupaya menurunkan angka stunting di Kabupaten Cilacap hingga mencapai target prevalensi yang ditetapkan pemerintah sebesar 14 persen pada tahun 2024.
“Berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022, angka prevalensi stunting di Cilacap sebesar 17,6 persen atau di bawah nasional yang mencapai 21,6 persen maupun Jawa Tengah yang sebesar 20,8 persen,” ujarnya. (Lingkar Network | Anta – Lingkar.news)