Buntut Kasus Ledok, Bareskrim Turun Tangan Tertibkan Pengeboran Sumur Tua di Blora

BLORA, Lingkarjateng.id – Buntut dugaan kisruh di tubuh PT Blora Patra Energi (BPE) kembali mencuat. Kini sumur tua Ledok yang berada di Kecamatan Sambong, Kabupaten Blora diusut polisi.

Setelah publik bertanya soal kelanjutan kasus Ledok terkait pengeboran sumur minyak yang sempat ditutupi, kini mulai ada titik terang terkait apa yang sebenarnya terjadi.

Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jawa Tengah, menertibkan ratusan sumur minyak di Lapangan Ledok, Kecamatan Sambong. Penertiban itu dilakukan sebagai upaya untuk memaksimalkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) kabupaten setempat. Setelah isu tidak maksimalnya pengelolaan sumur tua sehingga PAD Blora tidak maksimal. Sebab, selama ini pengelolaan sumur bor tidak terkelola dengan baik.

“Kami menilai pengelolaan pertambangan tidak dikelola dengan baik,” jelas Ditreskrimsus Polda Jateng Kombes Dwi Subagio, dalam keterangan tertulisnya,  pada Sabtu, 20 Mei 2023.

Ditreskrimsus dalam penertiban tersebut bekerjasama dengan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas). 

Selain itu, Bareskrim Polri ikut memantau perkembangan dalam persoalan tersebut.

“Kami tangani sejak Maret lalu, berdasarkan laporan masyarakat. Proses penyelidikan masih berjalan, Bareskrim mengasistensi (membantu),” ujarnya. 

Menurut Dwi, hasil penyelidikan Sub Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Tipiter) Ditreskrimsus Polda Jateng, praktik pengeboran minyak mentah yang bermasalah di Ledok dilakukan sejak lima tahun terakhir. 

Diketahui terdapat 197 titik pengeboran yang ada di Lapangan Ledok. Informasi yang berhasil dihimpun, selama satu bulan per titik sumur bor seharusnya bisa menghasilkan minyak sekira 20 ton. 

Pengeboran tersebut merupakan kerjasama antara Pertamina dengan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Kabupaten Blora. 

Praktiknya, pengeboran dilakukan oleh pihak turunannya artinya tidak pihak ketiga melainkan digarap oleh pihak keempat.

“Karyawan yang bekerja di sana dibagi tiga shift per hari, tiap shift bekerja empat jam, hanya dibayar Rp 50 Ribu per shift,” paparnya.

Sedangkan perjanjian pengeboran tersebut seharusnya digunakan untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) Kabupaten Blora.

Namun sebaliknya, lantaran ada temuan tidak dikelola dengan benar, maka praktik tersebut tidak menambah PAD Kabupaten Blora.

“Seharusnya Blora banyak (PAD) karena kaya minyak-minyak mentah,” tuturnya. (Lingkar Network | Hanafi – Koran Lingkar)