REMBANG, Lingkarjateng.id – Lonjakan harga cabai di pasaran tidak serta merta membuat petani cabai di Kabupaten Rembang untung besar. Hal itu dikarenakan harga cabai di tingkat petani ternyata tetap rendah jika dibandingkan dengan harga cabai saat ini di pasaran.
Kondisi tersebut seperti yang dirasakan petani cabai di Desa Ngadem, Kecamatan Rembang, Kashuri. Ia mengaku tidak mendapatkan untung besar meski harga cabai rawit saat ini mengalami kenaikan harga. Menurutnya, yang saat ini diuntungkan dengan naiknya harga cabai hanyalah tengkulak.
Kashuri mengungkapkan harga jual cabai di tingkat petani ke pengepul berkisar Rp 20 ribu per kilogram. Padahal, padahal di pasaran harga cabai rawit mencapai Rp 50 hingga Rp 60 ribu per kilogramnya.
“Petani menikmati harga cuma tipis, masih untung tengkulaknya. Mereka bisa untung lebih dari Rp 10 ribu,” ucapnya.
Menurut Kashuri, faktor cuaca menjadi pemicu naiknya harga cabai saat ini. Apalagi di beberapa daerah sentra penghasil cabai belakangan ini dilanda musibah banjir.
“Kalau cuaca panas harga cabai di pasaran biasanya turun, kalau sekarang ‘kan mungkin karena hujan. Daerah sentra cabai juga kebanjiran,” bebernya.
Hal senada juga diungkapkan Sujasri, petani cabai di Desa Karangsari, Kecamatan Sulang yang mengaku harga cabai di tingkat petani masih cenderung sama. Tidak banyak keuntungan yang diperolehnya meski harga cabai rawit sedang melambung di pasaran.
“Harga di tingkat petani masih sama saja, biasa-biasa saja. Tidak ada kenaikan juga tidak ada penurunan harga. Kalau dibeli tengkulak ini Rp 26 ribu per kilogram,” jelasnya.
Meski hanya dapat untung tipis, Sujasri tetap memilih untuk menanam cabai. Setidaknya tidak ada kerugian yang harus ditanggungnya dalam kondisi cuaca hujan seperti saat ini.
“Itung-itung tidak rugi, tapi untungnya tipis,” pungkasnya. (Lingkar Network | R. Teguh Wibowo – Koran Lingkar)