Berkedok Pengobatan Alternatif, Pengedar Uang Palsu di Rembang Diringkus

REMBANG, Lingkarjateng.id – Tersangka pelaku pengedar uang palsu (upal) dengan modus pengobatan alternatif di Kabupaten Rembang diringkus jajaran Satreskrim Polres Rembang. Sedikitnya Rp 43 juta uang palsu telah diamankan.

Identitas tersangka pengedar uang palsu yakni berinisial SR (68) warga Desa Sumbermulyo, Kecamatan Bulu.

Kapolres Rembang, AKBP Suryadi, menjelaskan bahwa awalnya korban diminta uang sebesar Rp 900 ribu yang bakal digunakan untuk pengobatan. Kemudian, uang dalam amplop yang diserahkan korban justru diganti dengan uang palsu oleh SR.

Selanjutnya, SR meminta korban untuk membuang atau melarung uang tersebut ke laut sebagai syarat pengobatan. Korban juga dilarang membuka amplop yang telah diberikan oleh SR. 

“Namun korban korban merasa curiga, kemudian amplop dibuka isinya uang pecahan Rp 100 ribu palsu. Dari bentuk fisik korban meyakini jika itu palsu, kemudian anggota kita melakukan pengembangan di lapangan. Kemudian dilakukan penyitaan sebanyak Rp 43 juta,” terang AKBP Suryadi dalam konferensi pers di halaman Polres Rembang pada Senin, 30 Oktober 2023.

Sementara ini, kata AKBP Suryadi, baru ada ada satu korban yang melapor terkait pengedaran uang palsu. Pihak kepolisian akan melakukan pemeriksaan tersangka lebih lanjut untuk kemungkinan korban lainnya. 

Pihaknya mengungkapkan, tersangka SR mendapatkan uang palsu dengan membelinya dari seseorang di Jakarta. Uang palsu sebesar Rp 110 juta dibeli oleh SR seharga Rp 9 juta. 

“Masih sisa Rp 43 juta dan diamankan. Sementara lainnya sudah dipindah tangankan. Ada dua tempat yang sedang kita lakukan penyelidikan,” terangnya. 

Sementara itu, tersangka SR mengaku memang berprofesi sebagai juru pengobatan alternatif. Dengan profesi yang digelutinya, justru ia manfaatkan untuk menipu pasiennya.

“Banyak yang berobat, tapi cuma satu yang saya tipu itu,” ucapnya. Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, SR dijerat dengan pasal 36 ayat 3 juncto pasal 26 ayat 3 Undang-undang nomor 7 tahun 2011 tentang Mata Uang. Dengan ancaman maksimal 10 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 10 miliar. (Lingkar Network | R. Teguh Wibowo – Koran Lingkar)