Petani di Pati Terpaksa Beli Air Rp 150 Ribu per Tangki untuk Aliri Sawahnya

sawah pati

PATI, Lingkarjateng.id – Petani di Kabupaten Pati terpaksa membeli air seharga Rp 150 ribu per tangki untuk mengaliri sawahnya yang sudah ditanami padi. Hal itu dilakukan lantaran tidak ada hujan yang turun belakangan ini.

Salah satu petani di Desa Tambahmulyo, Kecamatan Jakenan, Faiz (36), harus menyedot air dari Sungai Silugonggo yang terletak di Desa Tondomulyo. Air yang diambil dari Sungai Silugonggo harus ditampung dalam truk, kemudian dibawa ke sawahnya.

Padahal, jarak antara sawahnya dengan sumber air di Sungai Silugonggo sejauh 6 km. Dalam sehari, ia harus bolak-balik mengambil air sebanyak lima kali untuk mengaliri sawah seluas setengah hektar.

Para petani ini, menurut Faiz, terpaksa membeli air lantaran hujan tidak turun dalam waktu sebulan ini. Sehingga, sawah tadah hujan tidak mendapatkan suplai air.

Faiz menyebut, petani lain ada yang membutuhkan air hingga sebanyak 10 tangki dengan kapasitas per tangki yakni 5.000 liter. Mereka harus membeli air dengan harga Rp 150 ribu per tangkinya.

“Kalau saya sehari bolak-balik. Kalau petani lain kadang ada yang sehari 10 tangki. Dibuat menyiram ini, itu cuma sedikit, 5 tangki itu tidak terasa, langsung hilang airnya,” ungkap Faiz Senin (20/5).

Penyiraman air, lanjut Faiz, harus dilakukan agar tanaman padi miliknya yang sedang mengeluarkan biji tidak mati. Selain itu, biji padi yang baru keluar diberikan air yang cukup agar tidak kosong atau hanya kulit saja.

“Belum, baru akan tumbuh biji padinya, masih butuh air. Biar ada isinya padinya,” lanjutnya.

Disisi lain, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Pati, Martinus Budi Prasetya mengatakan, musim kemarau di Pati mulai terjadi pada bulan Mei ini. Sehingga, terdapat beberapa lahan pertanian yang terdampak.

Padahal, para petani berharap masih bisa menggarap lahan pertaniannya yang ditanami padi. Di mana, saat ini tanaman padi yang ditanam baru mengeluarkan biji.

“Karena seperti sekarang ini mungkin mereka berharap masih cukup air, ternyata ketika padi mulai tumbuh sudah mulai kekeringan di beberapa tempat seperti di wilayah eks Karisidenan Jaken, wilayah Jakenan, Jaken barangkali ini sudah merasakan air kurang,” imbuh Martinus, Senin (20/5).

Tak hanya di Jakenan, berdasarkan pantauan di lapangan terdapat petani yang terpaksa memotong tanaman padinya yang mati akibat tak tersuplai air untuk dijadikan pakan ternak. Tepatnya yakni di Desa Karangrejo, Kecamatan Pucakwangi. (Lingkar Network | Setyo Nugroho – Lingkarjateng.id)