PATI, Lingkarjateng.id – Nelayan di Kabupaten Pati mengeluhkan peraturan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2023 tentang Penangkapan Ikan Terukur (PIT). Kebijakan itu akan mulai diterapkan pada Januari 2024.
Dalam PP tersebut disebutkan bahwa kuota penangkapan ikan pada zona penangkapan ikan disesuaikan dengan potensi sumber daya ikan yang tersedia. Selain itu, jumlah tangkapan yang diperbolehkan juga dipertimbangkan dengan tingkat pemanfaatan sumber daya ikan.
Penerapan PP tersebut bertujuan melestarikan sumber daya ikan tetap terjaga dan dapat memberikan kesejahteraan nelayan. Kemudian, meningkatkan nilai tambah dan daya saing hasil perikanan, menyediakan perluasan kesempatan kerja, kepastian berusaha, kontribusi bagi dunia usaha dan negara.
Kendati demikian, dalam pelaksanaan PP Nomor 11 Tahun 2023 itu dikeluhkan para nelayan di Kabupaten Pati.
Merespon keluhan para nelayan, Kepala Bidang (Kabid) Perikanan Tangkap DKP Kabupaten Pati Sujarta mengatakan bahwa adanya aturan PIT, nelayan merasa dipersulit. Terlebih, menurut dia, kondisi nelayan di Bumi Mina Tani masih belum sejahtera yang kemudian diperparah dengan adanya PIT.
“Pelaku usaha tangkap ikan merugi dengan adanya PIT. Jangankan ketika ada PIT, sebelum ada PIT saja mereka sudah rugi. Apalagi ABK (anak buah kapal) dan pemilik usaha tangkap ikan menerapkan sistem bagi hasil,” ucap Sujarta saat dihubungi di Pati, Kamis, 30 November 2023.
Pihaknya mengaku prihatin mendengarkan keluh kesah nelayan selama ini. Pasalnya, penghasilan para nelayan tidak sampai sejuta per bulannya.
“Kebanyakan ABK hanya memperoleh penghasilan Rp 3 juta sampai Rp 5 juta setiap 6 hingga 7 bulan, sehingga per bulan tidak bisa dapat Rp 1 juta. Kondisi tersebut tidak bisa menutup penghasilan. Kasihan,” ujarnya.
Di samping itu, lanjut dia, penerapan PP Nomor 11 Tahun 2023 dikhawatirkan dapat merugikan pelaku usaha sektor perikanan yang ada di Kabupaten Pati.
“Jika terus-menerus berlaku merugi, maka dipastikan pelaku usaha tangkap ikan bisa bangkrut karena imbas banyaknya aturan. Belum lagi adanya PIT, ada kontrak berapa ton bisa dihasilkan. Jika kurang dari kesepakatan harus bayar penalty sesuai kontrak,” jelasnya. (Lingkar Network | Setyo Nugroho – Lingkarjateng.id)