Harga Cabai di Kudus Makin Pedas, Tembus Rp 70 Ribu per Kg

KUDUS, Lingkarjateng.id – Harga komoditas cabai di Kudus naik signifikan, seperti harga cabai setan yang menembus Rp70.000 per kilogram dan terjadi selama sepekan terakhir. Harga ini terpantau di Pasar Tradisional Bitingan, Kecamatan Jati, Kabupaten Kudus.

Harga cabai dipastikan akan terus mengalami kenaikan akibat kemarau panjang, yang berdampak pada lahan tanam yang tandus.

Menurut Titik Asiani, seorang pedagang cabai di Pasar Bitingan, mengaku kenaikan harga cabai terjadi dalam sepekan terakhir, karena petani mengalami gagal panen akibat kemarau panjang.

“Memang karena kemarau panjang, banyak petani yang gagal panen,” kata Titik Asiani, pada Selasa, 31 Oktober 2023.

Harga cabai setan mengalami kenaikan hingga tembus menjadi Rp70.000 per kilogram. Padahal, cabai setan semula harganya Rp35.000 hingga Rp40.000 per kilogram.

Selain cabai setan, harga cabai rawit dan cabai merah keriting juga mengalami kenaikan.

Harga cabai rawit naik hingga Rp50.000 per kilogram, yang semula harganya Rp25.000 hingga Rp28.000 per kilogram.

Sedangkan harga cabai merah keriting mengalami kenaikan menjadi Rp38.000 per kilogram, yang semula harganya Rp28.000 per kilogram.

Meski harga cabai mahal, para pembeli terpaksa harus membelinya karena cabai menjadi salah satu bahan pokok untuk memasak sehari-hari.

Hal ini seperti yang dirasakan oleh Heru Tianto, salah satu warga Kudus penjual ayam geprek, yang mengeluhkan kenaikan harga cabai, namun di sisi lain dirinya sangat membutuhkan cabai tersebut untuk dijadikan bahan makanan yang ia jual.

Ia merasa khawatir dengan mahalnya harga cabai yang bisa berdampak pada kelangsungan usahanya.

Ia mengatakan, jika harga jual ayam geprek dinaikkan atau penggunaan cabai pada ayam geprek dikurangi, ia merasa khawatir para pelanggannya akan pergi, sehingga bisa membuat usahanya rugi.

“Namanya jual ayam geprek, bahan utamanya itu dari cabai. Kalau terus naik, saya khawatir dan bingung jika ikut menaikkan harga (ayam geprek, red) atau dibatasi (jumlah) cabainya, nanti pelanggan kabur. Bisa-bisa jualan (ayam geprek) malah terus merugi,” keluhnya. (Lingkar Network | Ihza Fajar – Koran Lingkar)