Mengintip Rumitnya Pembuatan Gerabah Kendi Maling di Jepara

JEPARA, Lingkarjateng.id – Ruminah tampak cekatan memijit tanah liat di atas tatakan. Kaki kirinya terlihat seperti mengayuh penggerak bertuas yang memutar pembuat gerabah. 

Dengan cepat, jari-jarinya menekan adonan yang akan dibentuk sebuah kendi. Tidak berselang lama, adonan sudah menjadi bentuk kendi untuk diproses selanjutnya.

Gambaran pembuatan kendi yang dilakukan Ruminah dan suaminya menunjukkan bahwa Mayong Lor masih eksis sebagai Sentra Kerajinan Gerabah.

Ruminah mengatakan, gerabah sudah menjadi mata pencaharian utamanya selama bertahun-tahun. Ia meneruskan ajaran membuat gerabah dari orangtuanya yang memang sudah diwariskan secara turun temurun.

“Meneruskan keterampilan ini dari orang tuanya dulu, karena sekarang semakin sedikit yang bisa membuat gerabah,” kata Ruminah ditemui di rumah produksinya, Desa Mayong Lor, Kecamatan Mayong, Kabupaten Jepara, Jumat, 19 Januari 2024.

Uniknya, Ruminah memproduksi gerabah khas yang disebut kendi maling. Kendi ini mempunyai ciri khas dengan tiga lubang dan leher yang panjang.

“Cara memasukkan air dari belakang, makanya disebut kendi maling,” ucap Ruminah.

Ia mengatakan, proses pembuatan kendi maling membutuhkan waktu sekitar satu minggu. Hal tersebut dikarenakan prosesnya yang lebih rumit dari pembuatan kendi biasa.

“Mulai dari proses pembuatan bahan, dipijit pake tangan, alatnya juga masih tradisional,” jelasnya.

Ruminah menyebutkan, satu buah kendi maling ini dihargai mulai dari Rp 30 ribu hingga Rp 70 ribu, tergantung ukuran dan variasi pengerjaan. Selain kendi, inovasi gerabah yang dibuatnya juga beragam, seperti vas bunga, asbak, tempat minum dan lainnya.

Bagi Ruminah, membuat gerabah dengan tenaga tradisional bentuknya lebih bagus. Ia dapat memperkirakan ukuran dengan tangan terampilnya.

“Sudah 9 tahun membuat gerabah, dari dulu kelas 4 SD sebenarnya sudah belajar dari orang tua,” ungkapnya.

Tak jauh dari rumah produksi Ruminah, Andis Supriyono, pemilik sentra industri gerabah di Mayong Lor juga menjadi perajin gerabah selama belasan tahun. Produksinya sudah dipasarkan hingga luar Jawa.

Industri gerabah yang diproduksi Andis cukup beragam, mulai dari kendi, cobek, mainan anak dan berbagai macam gerabah.Saban harinya, Andis dapat memproduksi 600 biji cobek dan 200-an kendi. Ia mempunyai beberapa pekerja yang menjalankan lini usahanya.

“Setiap hari memproduksi, terlebih pada musim kemarau, produksinya lebih banyak,” kata Andis di Dukuh Bendowangen, Mayong Lor Kecamatan Mayong, Kabupaten Jepara.

Dukuh Bendowangen, kata Andis, memang menjadi sentra kerajinan gerabah di Mayong Lor. Pada musim kemarau, terik matahari panas mempercepat produksi gerabah milik Andis.

Andis menjual gerabahnya mulai harga Rp 1.500 hingga Rp 10 ribu, tergantung bentuk dan ukuran gerabah. Harga itu, kata Andis. adalah harga bakul atau tengkulak.

Selain diproduksi dengan cara tradisional, Andis juga memanfaatkan bantuan mesin. Meski begitu, pembuatan gerabah dengan tangan manual tetap lebih baik kualitasnya.

“Karena sekarang cari pekerja lumayan susah, saya harap keterampilan membuat gerabah ini bisa diteruskan oleh generasi muda,” tuturnya. (Lingkar Network | Tomi Budianto – Lingkarjateng.id)