Angka Pernikahan Dini di Jepara Turun selama Tahun 2023

JEPARA, Lingkarjateng.id –  Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) mencatat adanya penurunan angka pernikahan dini di Kabupaten Jepara pada tahun 2023.

Kepala Bidang Keluarga Berencana dan Pengendalian Penduduk (KBPP) Tri Wuyono N. menyebutkan bahwa, dibandingkan dengan 2 tahun sebelumnya, angka pernikahan dini menurun, baik di bawah umur 21 tahun atau pun 19 tahun.

Pada tahun 2021, jumlah pernikahan dini pada usia di bawah 19 tahun mencapai 5,21 persen. Sedangkan pada usia di bawah 21 tahun mencapai 24,12 persen.

Pemkab Dinilai Belum Berhasil Atasi Pernikahan Dini di Jepara

Pada tahun 2022, jumlah pernikahan dini pada usia di bawah 19 tahun mencapai 5,24 persen. Sedangkan pada usia di bawah 21 tahun mencapai 21,70 persen.

Pada tahun 2023, jumlah pernikahan dini pada usia di bawah 19 tahun mencapai 4,98 persen. Sedangkan pada usia di bawah 21 tahun mencapai 20,12 persen.

“Kami senang dengan penurunan angka pernikahan dini yang terjadi di Jepara pada tahun 2023 dengan 2 tahun sebelumnya. Pada tahun 2023 kemarin hanya 4,98 persen untuk yang usia di bawah 19 tahun dan 20,12 persen untuk yang usia di bawah 21 tahun,” kata Tri saat ditemui Lingkar.

Tri Wuyono mengatakan bahwa ada beberapa risiko yang mungkin terjadi jika tetap melaksanakan pernikahan dini.

“Jika nikah muda dan kondisi ibu hamil pada usia yang masih belia dengan kondisi HB rendah, Lila (lingkar lengan) kurang, dan Indeks masa tubuh rendah, mengakibatkan beberapa risiko terhadap ibu dan calon janinnya,” ujarnya.

Ia menjelaskan, beberapa risiko tersebut antara lain, mengakibatkan bayi lahir prematur, gizi buruk, risiko kelainan pada bayi, dan stunting.

“Resiko yang terjadi pada bayi, itu mengakibatkan bayi lahir prematur karena kondisi rahim belum siap, mengalami gizi yang buruk karena gizi yang masuk harus terbagi untuk kebutuhan ibu dan anaknya, dan juga mengakibatkan kelainan pada janin karena kondisi ibu hamil usia muda memilik sel telur yang belum sempurna bahkan berakibat bayi akan mengalami stunting,” jelasnya.

Sedangkan, kata dia, risiko yang terjadi terhadap ibu hamil di antaranya mudah terkena darah tinggi, berisiko terjangkit infeksi HPV penyebab kanker serviks, depresi pasca melahirkan, dan risiko kematian pada ibu atau calon janin.

“Risiko yang mungkin terjadi pada ibu hamil diantaranya mudah terkena darah tinggi atau pre-eklamsia karena perubahan hormon, terkena kanker serviks karena berhubungan seksual pada usia muda, terkena depresi pasca melahirkan karena perubahan hormon yang terjadi saat hamil, serta resiko kematian pada ibu hamil dan calon janin karena kondisi rahim dan organ panggul yang belum sempurna, sehingga ketika persalinan akan mengalami kesulitan,” tambahnya.

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa,  pernikahan dini banyak terjadi karena faktor tuntutan ekonomi yang mengakibatkan orang tuanya menikahkan anaknya, karena tidak ada biaya untuk melanjutkan pendidikan sekolah anaknya. Selain itu karena hamil diluar nikah, sehinnga menuntut orang tuanya untuk segera menikahkan demi menjaga nama baik keluarga.

“Kurangnya pengetahuan ibu hamil tentang kehamilan, akibat hamil di luar nikah yang menuntut mereka untuk menikah. Selain itu karena faktor ekonomi yang membuat orang tua menikahkan anaknya di usia muda,” pungkasnya. (Lingkar Network | Muhammad Aminudin – Lingkarjateng.id)