Blora Culture Festival 2024: Bupati dan Forkopimda Ikut Nayub Bersama 3.000 Penari

BLORA, Lingkarjateng.id – Hari kedua pelaksanaan Blora Culture Festival 2024 dimeriahkan dengan Gelar Tayub Massal yang melibatkan sekitar 3.000 penari dari berbagai elemen masyarakat Blora, di Lapangan Kridosono, Tempelan, Kecamatan Blora, pada Sabtu, 7 September 2024.

Bahkan, Bupati Blora, Arief Rohman, dan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) setempat ikut berjoget bersama ribuan penari Tayub lainnya. Selain itu, kesenian tradisional khas Blora lainnya yaitu Rampak Barongan juga ikut ditampilkan dalam hari kedua festival budaya tersebut.

Diketahui, Blora Culture Festival 2024 digelar di Lapangan Kridosono selama dua hari berturut-turut pada 6-7 September 2024. Acara tersebut dimulai dengan pemukulan lesung oleh Bupati Blora Arief Rohman yang dilakukannya bersama Forkopimda.

Pada hari kedua, pelaksanaan Blora Culture Festival 2024 semakin meriah dengan adanya 3.000 orang dari berbagai elemen masyarakat, yang secara massal menampilkan tari Tayub.

Para peserta Tayub massal itu di antaranya merupakan para pegawai dari semua Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Blora, sejumlah pegawai dari instansi vertikal, para pengurus Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Blora, pengurus cabang olahraga, organisasi masyarakat, masyarakat adat, pegiat seni budaya, organisasi wanita, Pramuka, KORMI, TNI-POLRI, hingga pelajar se-Kabupaten Blora.

Bupati Blora Arief Rohman mengapresiasi setinggi-tingginya kepada seluruh pihak yang berperan dalam menyukseskan kegiatan tersebut. Ia mengatakan, gelaran 3.000 orang yang menari Tayub merupakan bentuk penghormatan terhadap budaya leluhur, serta wujud dari upaya pemerintah dalam “nguri-uri” atau melestarikan budaya.

“Apresiasi saya sampaikan kepada seluruh pihak yang telah membantu terselenggaranya kegiatan ini, dan ikut menjaga warisan budaya leluhur,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Bupati Arief menekankan, seni Tayub merupakan bagian dari budaya Kabupaten Blora yang mengandung nilai kebersamaan dan identitas daerah. Melalui Gelar Tayub Massal ini, ia berharap keberadaan kesenian Tayub di Blora akan tetap terjaga dan diteruskan kepada generasi berikutnya.

Tayub Blora Resmi Tercatat sebagai KIK dalam Sertifikat Kemenkumham

Setelah Gelar Tayub Massal yang melibatkan 3.000 penari itu, acara dilanjutkan dengan penyerahan Sertifikat Pencatatan Inventarisasi dari Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).

Dalam sertifikat itu disebutkan, Tayub Blora telah resmi dicatat sebagai Kekayaan Intelektual Komunal (KIK) Ekspresi Budaya Tradisional. Bupati Arief menyatakan, sertifikat tersebut sebagai bentuk pengakuan penting atas keberagaman budaya tradisional yang dimiliki Kabupaten Blora.

“Sertifikat ini mencerminkan identitas budaya, kearifan lokal, dan warisan nenek moyang kita. Sesuai dengan Undang-Undang nomor 28 Tahun 2024 tentang Hak Cipta, sertifikat ini bertujuan untuk melindungi ekspresi budaya tradisional, sehingga tidak ada lagi yang dapat mengklaim kekayaan intelektual ini sebagai miliknya,” tambahnya.

Bupati yang akrab disapa Mas Arief itu berharap agar kegiatan Gelar Tayub Blora secara massal dapat menjadi agenda tahunan di Kabupaten Blora. Ia optimistis bahwa kegiatan tersebut akan terus berkembang dan semakin memperkuat identitas budaya daerah.

“Ini merupakan yang pertama kali diadakan, kami berharap tahun depan bisa diadakan lebih besar lagi, dan semoga bisa menjadi agenda tahunan. Karena Tayub ini sudah menjadi brand-nya Blora,” tandasnya.

Kepada generasi muda, Mas Arief berpesan agar turut menjaga dan melestarikan warisan budaya leluhur.

“Sebagai generasi muda, kita harus Nguri-uri kebudayaan yang menjadi warisan leluhur kita. Dengan budaya, kita bisa bersatu, rukun, dan kompak,” pesannya.

Selain Tayub, beberapa warisan budaya Kabupaten Blora juga telah tercatat dalam Kekayaan Intelektual Komunal (KIK) Ekspresi Budaya Tradisional. Masing-masing adalah Wayang Krucil, Jipang Panolan, Jamasan dan Kirab Pusaka Kyai Bismo, Sedulur Sikep, Wayang Tengul, Grebeg Sedekah Bumi, serta tradisi Perang Nasi di Desa Gedangdowo, dan Jamasan Pusaka Situs Mbah Ndoro Balun. (Lingkar Network | HMS – Lingkarjateng.id)