JEPARA, Lingkar.news – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jepara menyatakan tidak menghentikan fasilitasi rawat inap gratis bagi masyarakat kategori miskin. Melainkan akan melakukan evaluasi dengan pendekatan yang efektif.
Hal ini disampaikan dalam rapat bersama antara jajaran legislatif dan sejumlah pimpinan organisasi perangkat daerah pada Senin, 29 Januari 2024. Kegiatan ini dihadiri Kepala Dinas Kesehatan Jepara, Direktur RSU Kartini, Ka BPKAD, Kepala Dinas Sosial dan Kepala Diskominfo.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Jepara, Mudrikatun, menceritakan awal program rawat inap gratis itu untuk membantu warga yang belum ter-cover dalam Jaminan Kesehatan Nasional Kartu Indonesia Sehat (JKN KIS).
Program ini juga masih bergulir di tahun 2024. Namun kategori penerima manfaatnya adalah khusus warga miskin yang tidak memiliki jaminan kesehatan. Dianggarkan dana sebesar Rp9,34 miliar.
“Kita (Pemkab Jepara) tidak menghentikan, tapi melakukan evaluasi. Dengan pendekatan prinsip efektif, efisien dan selektif,” terang Mudrikatun kepada pimpinan rapat Ketua Komisi C Nur Hidayat, bersama anggota Bambang H, Ahmad Sholikhin, beserta Farah Elfirajun A.G.
Mudrikatun menjelaskan alasan program Pemkab Jepara ini dilanjutkan karena masih ada warga miskin yang belum memiliki kartu JKN KIS. Kebijakan pemberian fasilitasi kesehatan ini, juga dinilai jadi urusan wajib pemerintah.
Meski tetap berlanjut, tapi pemberiannya lebih selektif. Yakni diperuntukkan bagi pasien kategori miskin yang belum ter-cover JKN KIS. Status ini dibuktikan dengan surat rekomendasi, dari petinggi desa setempat maupun dinas sosial (dinsos).
“Kita tentunya tetap membantu merawat. Tidak mengabaikan, dan tidak akan menolak masyarakat yang dalam kondisi darurat, dan sangat membutuhkan bantuan,” ujarnya.
Dia menyebutkan, layanan rawat inap gratis hanya berlaku di dua rumah sakit di Jepara. Yakni, RSUD R.A. Kartini dan Rumah Sakit Islam (RSI) Sultan Hadlirin.
Program bantuan kesehatan itu, kata Mudrikatun, juga beriringan dengan proses verifikasi kelayakan oleh Dinas Sosial. Jika memenuhi kriteria warga miskin, otomatis akan dimasukkan ke dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial atau DTKS. Sehingga sewaktu-waktu kembali sakit sudah memiliki jaminan kesehatan.
“Agar bisa lebih valid lagi, bersama-sama dengan dinsos. Selanjutnya akan diusulkan mendapat KIS,” tuturnya.
Langkah tersebut dilakukan agar program jaminan kesehatan masyarakat lebih tepat sasaran dan anggaran pemerintah tidak membengkak. Jika anggaran membengkak, dampaknya program tidak bisa bergulir selama periode setahun. Juga akan menambah utang pemerintah ke rumah sakit.
“Tahun 2023, kita masih punya tunggakan untuk bayar RSUD dan RSI Rp9,275 miliar,” bebernya.
Kendati tengah berutang, Mudrikatun meyakinkan bahwa dua rumah sakit ini masih masih melayani program rawat inap gratis kelas tiga.
“Direktur RSUD dan RSI sudah kami panggil dan berikan pengarahan. Dengan kondisi apapun kita wajib untuk memberikan pertolongan. Terpenting ditolong dulu,” imbuhnya.
Di sisi lain, fasilitasi rawat inap gratis oleh daerah menjadi bahan evaluasi Badan Pemeriksa Keuangan maupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pasalnya program semacam itu hanya boleh diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Sesuai amanat Undang-undang Nomor 24 Tahun 2019. Rekomendasi KPK tersebut, bisa dilihat pada poin dua surat Mendagri Nomor 440/450/SJ Tahun 2020 tentang Integrasi Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda).
“Menyatakan pemerintah daerah tidak diperkenankan mengelola sendiri, sebagian atau seluruhnya Jamkesda dengan manfaat yang sama dengan JKN. Termasuk mengelola sebagian Jamkesda dengan skema ganda,” terangnya.
Oleh karena itu, Mudrikatun berpesan agar masyarakat tidak mengurus kepesertaan JKN KIS hanya ketika sudah jatuh sakit. Sebab kepesertaan JKN KIS baru bisa digunakan setelah 14 hari pendaftaran bagi peserta baru. Dengan begitu Dengan program jaminan itu, setiap warga dipastikan memiliki akses layanan kesehatan tanpa kendala.
“Tugas kami selanjutnya adalah memfokuskan pelayanan kesehatan ke arah preventif dan promotif,” kata dia.
Agar jaminan pelayanan kesehatan ini menjangkau seluruh masyarakat Jepara, pihaknya mengajak keterlibatan pengusaha. Mengalokasikan dana tanggung jawab sosial perusahaan atau CSR bagi warga di lingkungan sekitar.
“Selain membayarkan jaminan kesehatan atas karyawannya, diharapkan juga bisa membantu dengan mengucurkan CSR di lingkungan sekitar untuk jaminan kesehatan,” ujarnya.
Sebelumnya, Ketua Komisi C DPRD Kabupaten Jepara Nur Hidayat menekankan pentingnya menciptakan komunikasi efektif pada masyarakat. Harapannya tak terjadi kesalahpahaman publik atas peraturan kebijakan yang berlaku.
“Aduan yang diterima itu sebagian besar karena adanya miskomunikasi yang tidak selaras. Berikan pemahaman kepada masyarakat,” kata dia. (Lingkar Network | Lingkar.news)