JEPARA, Lingkarjateng.id – Kemiskinan ekstrem merupakan salah satu faktor pemicu anak tidak sekolah dan stunting di Kabupaten Jepara. Hal ini masih menjadi sorotan pemerintah, salah satuny Wakil Ketua DPRD Jepara, Junarso.
Berdasarkan data SSGI, angka stunting di Jepara saat ini sudah turun 6,8 persen dari semula 25 persen pada tahun 2021 menjadi 18,2 persen pasar 2022. Sedangkan untuk mencapai target penurunan stunting di 2024 masih kurang 4,2 persen sehingga perlu sinergi berbagai pihak untuk menuntaskannya.
“Saya berharap sinergi dan kolabosari pentahelix (akademisi, swasta, masyarakat, pemerintah, dan media) antar sektor, baik sektor kesehatan maupun nonkesehatan, makin kuat,” ujarnya.
Menurut Wakil Ketua DPRD Jepara Junarso, masalah lain yang perlu segera ditangani adalah anak tidak sekolah. Hal ini menilik tingginya anak tidak sekolah di Jepara yang mencapai 5.230 berdasarkan catatan Pusat Data dan Teknologi Informasi Kementrian dan Kebudayaan.
“Tercatat 1.878 di antaranya disebabkan putus sekolah (drop out), sedangkan 3.352 lainnya kategori lulus tidak melanjutkan,” ungkapnya.
Faktor penyebab anak tidak sekolah menurut Junarso bisa karena masalah ekonomi dan keluarga tidak harmonis juga faktor sosial dan kesehatan.
“Anak putus sekolah ini harus menjadi perhatian, sebab dimasa dewasa mereka akan kesulitan untuk meniti karier karena harus bersaing dengan yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi. Hal ini tentu akan berdampak pada kemajuan Jepara kedepannya,” terangnya.
Disamping itu, lanjut Junarso, pemerintah juga harus terus memunculkan progam dan kebijakan kesejahteraan serta pemberdayaan lansia. Sebab, lansia masih memberi sumbangsih guna kemajuan bangsa.
“Menjadikan lansia berdaya dan sejahtera bukan hanya tugas dan tanggungjawab pemerintah semata, melainkan sebagai tanggung jawab berbagai pihak,” pungkasnya. (Lingkar Network | Tomi Budianto – Koran Lingkar)