REMBANG, Lingkarjateng.id – Mediasi konflik nelayan Pati-Rembang akibat kontra penggunaan jaring tidak ramah lingkungan di Kabupaten Rembang masih belum tuntas hingga Senin, 8 Mei 2023.
Permasalahan ini bermula dari saat tiga kapal nelayan layur Desa Gedongmulyo, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, yang diduga dibakar dan ditenggelamkan oleh gabungan kelompok nelayan dari Desa Tunggulsari, Desa Tambakagung, Kecamatan Kaliori dan Desa Pecangaan Kecamatan Batangan Kabupaten Pati, yang kontra terhadap jaring cothok dan jaring garuk.
Tidak ada korban dalam kejadian itu. Para nelayan yang memakai jaring cothok kemudian dibawa ke daratan.
Nelayan Rembang Keluhkan Surat Rekomendasi Solar Subsidi
Atas peristiwa yang terjadi di dekat Pulau Benowo itu, Satpolair Polres Rembang bersama pihak terkait melakukan langkah-langkah penanganan. Utamanya terkait penggunaan alat tangkap terlarang jaring cothok yang memicu konflik antar nelayan.
Kepala Satuan Polisi Air Polres Rembang, AKP Sukamto, menuturkan sudah berkali-kali pihaknya mengingatkan para nelayan agar tidak menggunakan jaring cothok. Jaring cothok dilarang pemerintah, karena tidak ramah lingkungan. Apalagi, jika mereka beroperasi ke perairan luar daerah yang jaraknya hanya 2 mil dari bibir pantai, rentan menimbulkan perselisihan.
“Nelayan Kabupaten Pati sudah berulang kali menyampaikan terganggu dan merasa resah atas pemakaian jaring cothok dari Kabupaten Rembang. Jaring cothok dapat merusak terumbu karang, juga merusak alat tangkap yang dipasang untuk menjebak rajungan (bobo),” jelasnya.
AKP Sukamto menambahkan kedua belah pihak nelayan yang berkonflik sudah dipertemukan di Kantor Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Rembang pada Kamis, 4 Mei 2023 lalu. Ada dua pilihan yang bisa ditempuh. Pertama, menempuh jalur hukum, sehingga penggunaan jaring cothok dan pembakaran perahu, akan diproses semua.
Demo Nelayan Cantrang di Rembang Sempat Blokade Jalan Pantura
“Kami maupun dari Satpolair Polres Pati siap menerima laporan, jika tidak bisa diselesaikan secara kekeluargaan,” ungkapnya.
Alternatif kedua, melalui jalur damai atau restorative justice. Namun nelayan pemilik perahu yang dibakar menuntut kepada para pelaku pembakaran untuk membayar ganti rugi sebesar Rp 270 Juta. Tapi, dari nelayan yang membakar, hingga saat ini belum mengkonfirmasi kesanggupan atas permintaan tersebut.
“Soalnya yang datang mediasi ketua kelompok nelayan, jadi mereka mau berunding dulu dengan para nelayan. Sampai Minggu, 7 Mei 2023 siang belum konfirmasi untuk nominal ganti rugi,” bebernya.
Menurutnya, dalam waktu dekat akan diadakan mediasi tahap kedua untuk menyelesaikan persoalan tersebut.
“Sempat ada usulan mediasi kedua berlangsung di kantor Dinas Kelautan Dan Perikanan Kabupaten Pati, kami masih menunggu perkembangan. Tapi yang jelas kita tekankan untuk semua nelayan, hentikan pemakaian jaring cothok. Kalau nelayan memergoki, serahkan kepada aparat,” pungkasnya. (Lingkar Network | R. Teguh Wibowo – Koran Lingkar)