REMBANG, Lingkarjateng.id – Desa Pranti menjadi salah satu desa yang menjadi langganan kekeringan setiap musim kemarau tiba. Sebab, di desa tersebut hanya mengandalkan aliran air sungai sebagai sumber air baku untuk memenuhi kebutuhan warga.
Akan tetapi, ketersediaan sumber air baku di Desa Pranti, Kecamatan Sulang, Kabupaten Rembang semakin menipis di musim kemarau dan diprediksi hanya mampu bertahan hingga akhir bulan Agustus.
Salah seorang perangkat Desa Pranti, Tariman menjelaskan sungai menjadi satu-satunya sumber air baku yang bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan warga. Untuk itu, Pemerintah Desa Pranti sejak tahun 2012 melakukan Pengadaan Air Bersih (PAB).
Mekanismenya yaitu dengan melakukan penyedotan air sungai, kemudian dimasukan ke dalam kolam penampungan. Air sungai yang masuk dalam penampungan kemudian melalui proses filter baru bisa disalurkan ke pipa masing-masing warga.
“Sini itu jenis tanahnya padas biru, jadi susah cari sumber air. Kalau musim hujan mungkin ada sedikit, tapi kalau kemarau ya nggak ada sama sekali. Jadi Pemdes ikut bantu warga dalam mengolah air sungai. Tahunya warga air sudah dalam kondisi jernih. Per meter kubik kita tarif sebesar Rp 3000, ” jelasnya.
Namun, lanjut dia, jika melihat kondisi sungai pada musim kemarau ini, jumlah air baku yang tersedia diprediksi hanya mampu bertahan paling lama 1 bulan. Jika kondisi sungai sudah benar-benar kering, pihak Desa akan mengajukan bantuan droping air bersih kepada Pemkab Rembang seperti tahun-tahun sebelumnya.
“Kalau bulan ini belum mengajukan, kemungkinan akhir bulan atau bulan September nanti kembali mengajukan (droping air bersih). Jadi (air sungai) cuma kuat 1 bulanan,” bebernya.
Sementara itu, salah seorang warga Desa Pranti, Ngajiman menuturkan pemanfaatan air sungai untuk kebutuhan sehari-hari memang sudah dilakukan warga setempat sejak dahulu. Namun seiring berkembangnya zaman, pemanfaatan air sungai hanya digunakan untuk kebutuhan mandi dan mencuci saja.
Sementara untuk minum dan memasak, kata dia, warga memilih untuk membeli air galon atau air kajar.
“Waktu kecil dulu ya sudah biasa ngambil air di Sungai terus disaring dan dibuat masak. Sekarang zaman sudah maju, ada air kajar air galon,” imbuhnya. (Lingkar Network | R Teguh Wibowo – Lingkarjateng.id)