REMBANG, Lingkarjateng.id – Angka potensi peserta BPJS Ketenagakerjaan di Kabupaten Rembang mencapai 240.639 orang. Namun hingga bulan Desember 2023, sementara yang sudah menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan hanya 77.675 orang atau 32,28 persen.
Kepala BPJS Ketenagakerjaan Cabang Rembang Uun Setiady di Rembang baru-baru ini mengatakan dari jumlah potensi sebesar 240.639 orang, masih ada 162.964 atau 67,72 persen pekerja yang belum masuk peserta BPJS Ketenagakerjaan.
“Paling banyak di sektor pertanian, hutan, perkebunan, dan perikanan ada 54.957 orang belum jadi peserta. Disusul sektor perdagangan, rumah makan, jasa, akomodasi ada 54.468 orang. Kemudian industri pengolahan 19.808 orang, transportasi dan pergudangan 11.515 orang, konstruksi 11.172 orang. Lembaga keuangan, asuransi dan real estate 5.614 orang, jasa kemasyarakatan 3.098 orang, pertambangan galian 1.612 orang dan sektor listrik, gas, air 717 orang,” sebutnya.
Menurutnya, masih perlu sosialisasi dan pendekatan secara masif untuk meningkatkan kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan. Utamanya memberi pemahaman terkait manfaat yang akan didapat.
“Kita akan lakukan upaya-upaya agar kepesertaan terus meningkat. Sosialisasi ke perusahaan-perusahaan. Termasuk kerja sama dengan berbagai pihak,” jelasnya.
Uun menuturkan, bagi pekerja penerima upah dengan hanya iuran Rp 10.800 per bulan setiap orang sudah mendapatkan manfaat Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM), serta beasiswa untuk maksimal dua orang anak. Jika ingin Jaminan Hari Tua (JHT) menambah 5,7 persen dari gaji yang dilaporkan.
“Iuran dibayarkan oleh pemberi kerja, PT atau CV yang menaungi pekerja,” ucapnya.
Ia mencontohkan, ketika ada pekerja meninggal dunia akibat kecelakaan maka ahli warisnya akan mendapatkan santunan yaitu 48 kali besaran Upah Minimum Kabupaten (UMK).
“Jika di Kabupaten Rembang pada kisaran angka Rp 96 jutaan. Selain itu, mendapatkan beasiswa untuk dua anak, kelasnya mulai dari TK sampai kuliah. Saya rasa dengan iuran Rp 11 ribu tadi (Rp 10.800), ya besar sekali manfaatnya ya,” jelasnya.
Sedangkan bagi pekerja bukan penerima upah, kata dia, seperti tukang ojek, petani, nelayan dan sejenisnya, jika ikut JKM dan JKK iurannya Rp 16.800, jika tambah JHT menjadi Rp 36.800 per bulan.
“Jadi harus dibedakan antara pekerja formal dan informal, yang informal iurannya berbeda, lebih tinggi ketimbang yang formal,” tegasnya. (Lingkar Network | R Teguh Wibowo – Lingkarjateng.id)