PATI, Lingkarjateng.id – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pati hingga kini belum bisa memastikan faktor penyebab 305 karyawan PT Sejin Pati mengalami keracunan massal setelah makan siang pada Selasa, 16 Juli 2024. Kuat dugaan penyebab utama dari keracunan massal tersebut adalah dari makanan yang diberikan oleh PT Sejin kepada karyawannya.
Pasalnya, salah satu karyawan yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan bahwa makan siang yang disajikan pada saat itu dinilai sangat tidak layak. Hal ini dia buktikan dengan foto menu makanan yang ditemukan telur lalat di dalamnya.
Di samping itu, makanan yang diberikan juga diduga tidak memenuhi standar gizi. Sebab, jika dikalkulasikan, harga makan siang yang disajikan kurang dari Rp 7 ribu.
Sehingga, kuat dugaan ada kesalahan dalam pengelolaan makanan, serta permainan harga yang jauh di bawah standar dan kata layak.
“Kayaknya itu tidak sampai Rp 7 ribu, jadi ada indikasi makannya asal-asalan. Sehingga gizi yang ada di makanan Itu juga dipertanyakan. Kayaknya juga ada permainan di dalamnya. Saya rasa menu makanan itu tidak layak. Porsinya kecil sekali,” ungkapnya pada Rabu, 17 Juli 2024.
Di sisi lain, praktisi hukum Slamet Widodo mengecam keras peristiwa yang menyebabkan ratusan karyawan mengalami sakit perut, mual-mual, hingga dilarikan ke sejumlah rumah sakit di Pati dan Kudus.
Pria yang akrab disapa Om Bob itu dengan tegas meminta pertanggungjawaban dari pihak perusahan dan pengusaha catering yang memiliki kerjasama untuk menyajikan makan siang.
“Karena itu menyangkut tentang kesehatan, jika perusahaan hingga pemilik catering tidak bertanggung jawab harus diproses secara hukum. Karena itu tentang kesejahteraan dan keselamatan para buruh,” pinta Om Bob.
Lebih lanjut, om Bob menyebut bahwa PT Sejin bisa dikenakan beberapa pasal. Mulai dari Undang-undang tentang Pangan, UU tentang Perlindungan Konsumen, dan UU tentang Kesehatan.
“Pasal yang bisa dikenakan adalah pasal 134 UU nomor 18 tahun 2012 tentang pangan. Bisa juga UU no 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. Dan UU no 36 tahun 2009 tentang kesehatan,” tukasnya.
Menurutnya, kasus ini harus ada titik temu, sehingga kejadian serupa tidak terjadi lagi di kemudian hari. Sebab, keberadaan perusahaan besar seperti PT Sejin seharusnya bisa menjamin kesejahteraan dan kesehatan karyawannya.
Sementara itu, Komisi D Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Pati mendorong Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) untuk memperjuangkan kompensasi bagi ratusan karyawan PT Sejin yang mengalami keracunan massal.
“Kebetulan kami saat ini sedang rapat dengan Komisi D. Kami secara formal mendorong kepada Disnaker untuk memperjuangkan kompensasi dari perusahaan untuk tenaga kerja yang menjadi korban keracunan,” ucap Anggota Komisi D DPRD Pati Muntamah pada Rabu, 17 Juli 2024.
Menurutnya, kompensasi harus diberikan karena karyawan tidak bisa bekerja lantaran terbaring di rumah sakit.
“Korban yang rawat inap jika kondisi normal, tenaga kerja setelah jam kerja dapat mengerjakan kegiatan di rumah. Kondisi sekarang justru butuh keluarga yang menunggu di rumah sakit. Maka selayaknya dapat kompensasi dari perusahaan,” tegasnya. (Lingkar Network | Arif Febriyanto – Lingkarjateng.id)