Menteri ESDM Targetkan Indonesia Jadi Penentu Harga Nikel hingga Batu Bara

JAKARTA, Lingkar.news – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menegaskan bahwa ke depan harga nikel, batu bara dan timah harus ditentukan oleh Indonesia sendiri.

Hal itu mengingat negara ini merupakan produsen utama komoditas tersebut sehingga dapat memberikan nilai tambah maksimal bagi perekonomian nasional.

“Saya pastikan, untuk harga timah, harga batu bara, harga nikel ke depan harus ditentukan oleh Pemerintah Republik Indonesia,” kata Bahlil dalam dalam Green Initiative Conference 2024 di Jakarta, Rabu, 25 Februari 2024.

Menurutnya, Indonesia juga harus menjadi pemimpin dalam perekonomian regional, khususnya di ASEAN.

Indonesia Kalah Gugatan Nikel di WTO, Jokowi: Kita Pastikan Banding!

Bahlil menyatakan bahwa Indonesia tidak boleh hanya menjadi pengikut, melainkan harus menjadi lokomotif pertumbuhan ekonomi di kawasan ini.

Salah satu langkah strategis yang telah diambil adalah menghentikan ekspor bijih nikel atau ore nikel. Keputusan tersebut diambil untuk mendorong hilirisasi industri dan meningkatkan nilai tambah nikel di dalam negeri.

Langkah ini telah memberikan dampak positif pada perekonomian Indonesia. Setelah menghentikan ekspor bijih nikel, Indonesia berhasil membangun smelter, yang meningkatkan nilai ekspor nikel secara signifikan.

“Kita ini jangan menjadi, apa ya? Kita ini harus jadi lokomotif ASEAN, Bukan follower ASEAN. Ini sama dengan ketika kita menyetop ekspor ore nickel. Kita menyetop ekspor ore nikel, nikel ini kan sekarang kan menjadi sebuah komoditas critical mineral,” ujarnya.

56 Persen Kebutuhan Aluminium di Indonesia Masih Andalkan Impor

Dia menyebutkan pada tahun 2017-2018, nilai ekspor nikel Indonesia hanya mencapai 3,3 miliar dolar AS. Namun, pada 2023-2024, nilai ekspor tersebut diperkirakan mencapai minimal 40 miliar dolar AS.

Dengan nilai ekspor yang mencapai 40 miliar dolar AS, Indonesia akan mendapatkan pemasukan sekitar Rp600 triliun, berdasarkan asumsi kurs Rp15 ribu per dolar AS. Ini juga menjadikan Indonesia sebagai eksportir terbesar industri hilirisasi nikel di dunia.

“Kita dibawa ke WTO (World Trade Organization), tapi apa yang terjadi begitu kita membangun smelter, nilai ekspor kita dari tahun 2017-2018, itu hanya 3,3 miliar dolar AS. Dan di 2023-2024, saya pastikan minimum 40 miliar dolar AS. Sekarang sudah 34 miliar dolar AS,” ucap Bahlil.

Menurutnya, keberhasilan itu tidak hanya meningkatkan posisi Indonesia di pasar global, tetapi juga memperkuat reputasi negara ini di hadapan China, Eropa, dan Amerika. Dalam waktu kurang dari lima tahun, Indonesia berhasil mengubah posisi strategisnya di pasar nikel global.

Ia menuturkan bahwa hilirisasi industri merupakan bagian penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lapangan pekerjaan.

Bahlil menekankan bahwa hilirisasi hanyalah salah satu langkah dalam rencana besar untuk meningkatkan perekonomian nasional.

Presiden Setujui Ormas Kelola Tambang, PBNU Dapat Izin Kelola Batu Bara Skala Besar 

Selain itu, Indonesia memiliki sumber daya yang cukup untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih berkelanjutan. Bahan baku dan energi baru tersedia dengan baik, dan biaya logistik pun telah menjadi lebih kompetitif.

Meski demikian, Indonesia masih menghadapi tantangan dalam penguasaan teknologi dan pasar yang masih didominasi oleh pihak asing. Teknologi yang dibutuhkan dalam industri hilirisasi masih mahal, dan penguasaan pasar masih berada di luar kendali Indonesia.

Oleh karena itu, Bahlil menegaskan pentingnya Indonesia untuk mengambil kendali dalam penentuan harga komoditas strategis seperti nikel, batu bara, dan timah. Pemerintah tidak ingin harga komoditas ini terus dikendalikan oleh negara lain.

“Harga batu bara Australia dengan kita, itu Australia lebih mahal, padahal kita eksportir batu bara terbesar di dunia. Ini lucu-lucu. Nah, saya pikir ini bagian-bagian yang harus kita perbaiki. Sekarang sudah bagus, tapi kita mau yang lebih bagus lagi dan karena itu harus ada kesadaran kolektif dan kesadaran bertahap,” tutur Bahlil. Dengan mengambil alih kendali harga komoditas, Bahlil percaya bahwa Indonesia akan lebih mampu mencapai tujuan ekonomi yang diinginkan, baik untuk pemerintah maupun masyarakatnya.
​​​​​​​
“Saya tidak mau negara ini diatur orang lain. Yang tahu tujuan negara ini adalah kita. Pemerintah dan rakyat bangsa Indonesia,” kata Bahlil. (Lingkar Network | Anta – Lingkar.news)