Daya Beli Melemah, Apindo Usul 2 Rekomendasi Penerapan PPN 12 Persen

JAKARTA, Lingkar.news – Kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada tahun 2025 akan dibahas pemerintah dibawah pimpinan presiden terpilih 2024 – 2029.

Menyikapi hal tersebut, Analis Kebijakan Ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Ajib Hamdani, mengusulkan dua rekomendasi yang bisa diterapkan terkait kebijakan PPN 12 persen.

Ajib Hamdani menjelaskan bahwa situasi perekonomian saat ini menunjukkan pelemahan daya beli masyarakat, salah satunya tercermin pada persentase kelas menengah yang turun dari 21,45 persen pada 2019 menjadi 17,44 persen pada 2023 sebagaimana yang ditunjukkan oleh data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) oleh Bank Mandiri.

Bila kondisi ini masih dibebani tekanan kebijakan fiskal, dia khawatir akan berpengaruh terhadap kinerja pertumbuhan ekonomi nasional.

“Jalan tengahnya, pemerintah bisa melakukan dua kebijakan,” ujar Ajib Hamdani, Senin, 12 Agustus 2024.

PPN Naik Jadi 12 Persen, Paling Lambat 1 Januari 2025

Usulan pertama yaitu mengenai batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Sesuai dengan PMK Nomor 101 tahun 2016, besaran PTKP adalah sebesar 54 juta per tahun, atau ekuivalen dengan penghasilan 4,5 juta per bulan. Ajib menilai pemerintah bisa menaikkan batas PTKP guna tetap menjaga daya beli masyarakat.

“Pemerintah bisa menaikkan, misalnya, PTKP sebesar 100 juta. Hal ini bisa mendorong daya beli kelas menengah-bawah. Di kelas ini, setiap kenaikan kemampuan akan cenderung dibelanjakan, sehingga uang kembali berputar di perekonomian dan negara mendapatkan pemasukan,” jelasnya.

Rekomendasi kedua yaitu mengenai pajak. Pemerintah disebut bisa mengalokasikan PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) untuk sektor-sektor yang menjadi lokomotif penggerak banyak gerbong ekonomi, seperti sektor properti atau sektor pertanian, perikanan dan peternakan yang dapat mendorong hilirisasi.

Namun, lanjut dia, perlu diperhatikan bahwa kebijakan pajak tersebut harus tetap memberikan dorongan kepada sektor swasta untuk bisa tetap berjalan dengan baik.

Di sisi lain, penerimaan negara juga perlu terus terjaga agar fiskal tetap terkelola dengan bijak.

“Prinsipnya, pemerintah harus mempertimbangkan dengan matang kebijakan untuk menaikkan tarif PPN. Harus ada insentif fiskal yang relevan dengan kemampuan daya beli masyarakat dan juga sektor usaha agar terus berjalan dengan baik. Pertumbuhan ekonomi yang konsisten di atas 5 persen membutuhkan kebijakan fiskal yang pro dengan pertumbuhan,” terangnya.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan pertimbangan kenaikan PPN dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) mengingat kebutuhan peningkatan penerimaan negara usai menggelontorkan belanja yang cukup besar pada saat pandemi Covid-19.

Penerimaan negara perlu kembali digenjot untuk memulihkan kinerja pertumbuhan ekonomi dan menjaga momentumnya agar tetap berkelanjutan.

Namun, ia menyadari ada berbagai kondisi yang perlu dipertimbangkan terkait kebijakan tersebut.

Adapun wewenang implementasi kebijakan PPN 12 persen ia serahkan kepada pemerintahan mendatang. (Lingkar Network | Anta – Lingkar.news)