DEMAK, Lingkar.news – Kabupaten Demak atau akrab dengan julukan Kota Wali memiliki motif batik khas yang berbeda dari daerah lain. Corak batik demakan ini salah satunya dikenalkan oleh seorang seniman, Koesmanto.
Koesmanto yang sejatinya bergelut di bidang seni lukis namun dirinya juga mendalami seni batik dengan tujuan ingin mempopulerkan batik khas Kota Wali.
Menurut Koesmanto, Demak memiliki banyak potensi yang bisa diangkat menjadi motif dalam pembuatan batik lokal. Batik juga bisa menjadi oleh-oleh bagi wisatawan.
“Saya ingin mengangkat batik Demak. Pertama saya cari-cari ciri khas yang bisa buat ngangkat Demak, yaitu motif pintu bledeg kemudian batik tajuk susun tiga sap tingkatan di atap Masjid Agung Demak yang mempunyai arti iman, islam, iksan. Lha itu yang saya angkat untuk jadi ciri khas dari batik Demak,” terangnya, Senin, 30 September 2024.
Desa Wisata Karangmlati Kenalkan Berbagai Corak Khas Batik Demakan
“Kemudian ada motif buah jambu, karena Desa Maranak juga ada wisata petik jambunya,” sambung pria yang berdomisili di Desa Mranak .
Saat ini sudah banyak pelaku seni batik di Demak yang mengangkat motif batik Masjid Agung Demak, belimbing dan jambu. Namun tidak banyak yang membuat motif batik Makam Sunan Kalijaga yang juga merupakan ikon dari wisata religi di Demak.
“Sebenarnya motif-motif seperti Masjid Agung Demak, buah belimbing. Malah yang belum itu kayak Kadilangu itu agak susah. Paling enggak potretnya Mbah Sunan itu saya lukis dan kemudian dibuat dijadikan batik. Atau paling enggak mungkin bangunan makam itu divisualkan,” ujarnya.
Kemudian, menurut Koesmanto, di dalam Masjid Agung dan Museum Masjid Agung juga bisa dijadikan referensi pembuatan motif batik khas dari Kota Wali.
“Sebenarnya kalau masuk ke Masjid Agung Demak itu banyak sekali corak-corak dari piringan yang ditempel di dinding itu bisa jadi motif batik. Saya pengin ngangkat-ngangkat itu,” ucapnya.
“Seperti yang di Museum pasti ada ornamen atau corak-corak yang bisa dijadikan motif batik, jadi itu yang pengen saya kembangkan. Jadi bukan melulu Jambu, Blimbing, Masjid, bisa jadi pintu gapura masuk ke Demak juga bisa,” sambungnya.
Koesmanto mengaku sudah paham materi tentang pembuatan batik saat dirinya masih duduk di bangku SLTA yang kemudian di tahun 2014 mencoba menekuni bidang seni membatik hingga sekarang.
Dia bercerita awal proses pembuatan batik pintu bledheg Masjid Demak bermula dari ikut pelatihan desain batik di Yogyakarta bersama Dinparta Demak dan di proses sendiri di rumah setelah pulang dari pelatihan.
“Saat saya sekolah menengah seni rupa di Jogja, jadi tahun 1995 itu saya sudah mengerti tentang batik. Praktiknya di tahun 2014 saya mencoba membuat batik pertama itu wajah anak saya. Kemudian mempelajari lagi di tahun 2023, saat ada pelatihan desain batik di Jogjakarta,” ceritanya. (Lingkar Network | M. Burhanuddin Aslam – Lingkar.news)