BLORA, Lingkarjateng.id – Produksi gula merah yang dilakukan oleh Lasdi, warga Dukuh Nglebok, Kelurahan Tambakromo, Cepu, harus dihentikan. Hal itu karena hasil pemeriksaan laboratorium Dinas Kesehatan Blora terkait dugaan penggunaan bahan berbahaya dalam produksi gula merah akhirnya terbukti positif.
Pemeriksaan ini mengungkapkan adanya kandungan bahan kimia pengawet natrium metabisulfit yang jauh melebihi batas aman pada gula milik Lasdi.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Blora, Edi Widayat menyatakan bahwa gula merah yang diproduksi di Dukuh Nglebok tidak sesuai dengan prosedur pembuatan yang aman bagi kesehatan.
“Dalam hasil laboratorium, terdapat kandungan bahan kimia pengawet natrium metabisulfit yang terlalu tinggi. Pada gula merah berbentuk bulat, kandungan pengawetnya sebanyak 2.082 mg/kg, sedangkan pada gula merah berbentuk tabung lebih tinggi mencapai 3.605 mg/kg,” jelasnya, Kamis, 15 Agustus 2024.
Edi menambahkan bahwa standar maksimal penggunaan bahan pengawet yang diizinkan adalah 20 mg/kg. Penggunaan bahan pengawet secara berlebihan dan berkepanjangan dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh seperti liver, ginjal, dan bahkan memicu kanker.
Menanggapi temuan ini, Dinas Kesehatan Blora telah bekerja sama dengan Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah (DindagkopUKM), Dinas Perizinan, Satpol PP, dan Polres Blora untuk menindaklanjuti produsen tersebut agar tidak memproduksi lagi.
“Berdasarkan pantauan kami, industri tersebut sudah tutup dan tidak memproduksi lagi setelah satu hari dilakukan pemeriksaan,” ujar Edi.
Surat penindakan dan hasil laboratorium juga telah diserahkan kepada Satpol PP, Kapolres Blora, dan Polsek Cepu untuk penindakan lebih lanjut sesuai dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) masing-masing instansi.
“Semuanya sudah kami serahkan ke aparat penegak hukum. Tinggal bagaimana tim penindakan untuk melakukan upaya seperti apa,” tuturnya.
Kanit Tindak Pidana Tertentu (Tipidter) Polres Blora, Ipda Cahyoko, mengonfirmasi bahwa pihaknya telah menerima hasil laboratorium yang menunjukkan penggunaan bahan pengawet dalam gula merah yang tidak layak konsumsi.
“Dugaan dari dinas kesehatan sendiri sudah terbukti dengan adanya penggunaan bahan pengawet yang melebihi ambang batas kewajaran,” ucapnya.
Saat ini, produsen gula merah di Cepu telah menutup industrinya dan mengikuti arahan dari Dinas Kesehatan untuk menghentikan produksi serta penjualan gula merah yang berbahaya tersebut.
Ipda Cahyoko menegaskan jika imbauan dari dinas tidak diperhatikan dan kegiatan produksi tetap dilanjutkan, produsen tersebut bisa dikenakan sanksi berdasarkan Undang-Undang Kesehatan tentang bahan tambahan pangan dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen. (Lingkar Network | Hanafi – Lingkarjateng.id)