Usai libur Lebaran, anak-anak akan kembali ke rutinitas mereka pergi ke sekolah, sayangnya sebagian anak mengalami perasaan sedih setelah liburan berakhir atau disebut post holiday blues.
Psikolog dari Ohana Space, Husnul Muasyaroh, M.Psi. melalui pesan singkat pada Selasa (2/4) mengatakan post holiday blues merupakan kondisi individu yang mengalami perasaan sedih atau tertekan setelah liburan berakhir, dan mereka harus kembali ke rutinitas sehari-hari.
“Permasalahan ini nyatanya tidak hanya dialami oleh orang dewasa, namun juga anak-anak,” kata Husnul.
Anak-anak harus kembali ke rutinitas sekolah dan biasanya mereka masih kesulitan untuk mengungkapkan perasaan sedih atau tertekannya secara langsung.
Saat anak mengalami post holiday blues, beberapa tanda atau gejala yang timbul yakni munculnya perasaan sedih, takut atau cemas, sulit tidur, napsu makan berkurang, atau kesulitan berkonsentrasi di sekolah.
Meski demikian, Husnul mengatakan post holiday blues merupakan masalah yang wajar dialami setelah melewati masa liburan, termasuk bagi anak-anak. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan orang tua saat anak mengalami post holiday blues.
Sebaiknya orang tua memberikan waktu pada anak untuk beradaptasi dan membangun kembali rutinitas anak sebelum liburan kemarin. Selain itu, bantu anak agar dapat mengkomunikasikan perasaannya terkait kondisi yang sedang dialami.
Orang tua juga dapat memberikan contoh bagaimana kembali pada rutinitas. Jika orang tua menunjukkan semangat untuk kembali bekerja maka anak juga akan belajar untuk menunjukkan semangat mereka. Misalnya, semangat mengerjakan tugas dan kegiatan sekolah mereka.
Cara lainnya adalah dengan membuat rencana liburan selanjutnya. Hal ini bertujuan agar anak tidak terpaku pada perasaan tertekan saat harus kembali ke sekolah.
Namun, ada kalanya anak mengalami masalah terkait emosi dan bisa jadi bukan termasuk gangguan post holiday blues. Psikolog dari Anastasia & Associate, Novia Sri Parindu Purba, M.Psi. mengatakan emosi sebagai perasaan atau afeksi yang timbul ketika seseorang berada dalam suatu keadaan yang dianggap penting.
Emosi memiliki bentuk beragam, yakni rasa senang, takut, marah, dan sebagainya. Oleh sebab itu, orang tua perlu mengetahui karakteristik emosi pada anak berbeda dengan karakteristik yang terjadi pada orang dewasa.
Karakteristik emosi pada anak, antara lain berlangsung singkat dan berakhir tiba-tiba, terlihat lebih kuat, bersifat sementara, lebih sering terjadi, dapat diketahui dengan jelas dari tingkah lakunya, dan reaksi pada anak mencerminkan individualitasnya.
“Dengan demikian, orang tua juga harus belajar untuk mengenal emosi si anak,” ujar Novia melalui pesan singkat, Rabu.
Novia pun membagikan strategi yang dapat dilakukan orang tua saat anak mengalami perubahan emosi. Orang tua dapat mengajarkan anak mengenai regulasi emosi karena anak memerlukan pengalaman dalam mengatur emosi.
Regulasi emosi merupakan kemampuan untuk melakukan kontrol atas keadaan emosi sendiri. Regulasi emosi diperlukan agar anak dapat mengontrol serta mengarahkan ekspresi emosional mereka, sehingga anak dapat menjaga perilakunya ketika muncul emosi-emosi kuat pada dirinya.