KUDUS, Lingkarjateng.id – SMPN 3 Bae, Kabupaten Kudus, tengah menjadi sorotan terkait dugaan pungutan liar (pungli) yang muncul dari penarikan uang tabungan sebesar Rp 1,5 juta per siswa kelas IX (sembilan).
Kabid Pendidikan Dasar pada Dinas Pendidikan, Kepemudaan, dan Olahraga (Disdikpora) Kabupaten Kudus, Anggun Nugroho, menanggapi dugaan pungli di SMPN 3 Bae tersebut dengan merujuk pada aturan yang berlaku.
“Penggalangan dana di sekolah sebenarnya sudah ada pedomannya, yaitu Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah,” jelasnya pada Rabu, 25 September 2024.
Ia menegaskan bahwa penarikan uang tersebut bentuknya adalah tabungan untuk karya wisata, bukan pungli. Namun, ia mengingatkan bahwa setiap program penggalangan dana harus sesuai aturan.
Dalam aturan tersebut, jelas Anggun, sekolah memang diperbolehkan melakukan penggalangan dana. Namun, prosedur yang harus diikuti melibatkan komite sekolah sebagai pihak yang menggalang dana dari masyarakat.
“Tidak serta merta menarik dana dari wali murid. Penggalangan dana bisa dari alumni, perusahaan, atau tokoh masyarakat sekitar,” tambahnya.
Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kabupaten Kudus, Ahadi Setiawan, turut angkat bicara dan meluruskan bahwa penarikan tabungan untuk siswa tidak termasuk pungli.
“Selama tabungan tersebut digunakan untuk kegiatan siswa, seperti karya wisata atau manasik haji, itu tidak bisa dikatakan pungutan liar,” katanya.
Ia menambahkan, pungli hanya terjadi jika dana tersebut digunakan untuk pembangunan fisik sekolah.
Di sisi lain, CEO Akademi Sarana Talenta Indonesia (ASTI) Kudus, Arif Budianto, mempertanyakan kebijakan SMPN 3 Bae yang mengembalikan tabungan sebesar Rp 100 ribu dari enam siswa kelas IX, namun meminta mereka menyetorkan uang sejumlah Rp 1,5 juta.
“Enam siswa kami sudah berada di sekolah sejak kelas dua, namun tiba-tiba diminta menyetor Rp 1,5 juta tanpa ada kesepakatan awal,” ungkapnya.
Arif juga menjelaskan bahwa sebelumnya pihak ASTI Kudus telah menyetorkan uang tabungan sebesar Rp 5,2 juta untuk 24 siswa kelas VII, VIII, dan IX.
Namun, pihak sekolah hanya menerima tabungan dari kelas VII dan VIII, sementara tabungan kelas IX dikembalikan dengan alasan bahwa mereka harus menyetorkan uang Rp 1,5 juta per siswa.
Sementara itu, Kepala SMPN 3 Bae, Noor Hidayah, membantah tudingan pungli dan menegaskan bahwa penarikan uang Rp 1,5 juta tersebut adalah bagian dari tabungan untuk kegiatan siswa.
“Nominal Rp 1,5 juta ini untuk tabungan agar digunakan sekaligus dalam setahun untuk berbagai kegiatan siswa, seperti perpisahan, manasik haji, dan karya wisata,” jelasnya.
Ia juga menambahkan bahwa tujuan dari program tabungan tersebut adalah untuk melatih siswa menabung dan mengelola keuangan mereka sejak dini. (Lingkar Network | Mohammad Fahtur Rohman – Lingkarjateng.id)