5 Masalah Anggaran Pendidikan yang Jadi PR Pemerintah Periode 2024-2029

5 Masalah Anggaran Pendidikan yang Jadi PR Pemerintah Periode 2024 2029

JAKARTA, Lingkar.news – Panitia kerja (Panja) Pembiayaan Pendidikan Komisi X DPR RI menyebutkan ada kesimpulan masalah anggaran pendidikan yang menjadi pekerjaan rumah pemerintah periode 2024-2029.

Wakil Ketua Komisi X DPR Abdul Fikri Faqih menyampaikan bahwa lima masalah anggaran pendidikan tersebut perlu menjadi pertimbangan dalam memperbaiki regulasi anggaran pendidikan yang adil sekaligus dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

“Kami telah mengadakan 18 kali RDP (Rapat Dengar Pendapat) dan RDPU (Rapat Dengar Pendapat Umum) dengan berbagai pemangku kepentingan. Ada 16 temuan dan 19 rekomendasi yang kami sampaikan. Mudah-mudahan, pemerintah selanjutnya dan Kemendikbudristek yang akan datang bisa menindaklanjutinya,” ujar Abdul Fikri Faqih dalam rilis yang disiarkan pada Kamis, 12 September 2024.

Was-was, Perhimpunan Pendidikan dan Guru Minta Anggaran Pendidikan Tidak Diturunkan

Berikut lima kesimpulan dari Panja Pembiayaan Pendidikan yang diketuai oleh Wakil Ketua Komisi X Dede Yusuf Macan Effendi.

Pertama, Panja Pembiayaan Komisi X DPR RI Pendidikan menilai adanya masalah yang krusial terkait kebijakan belanja wajib (mandatory spending) 20 persen anggaran pendidikan baik APBN dan APBD, mulai dari aspek perencanaan, penempatan alokasi, implementasi, dan evaluasi.

Kedua, Panja Pembiayaan Pendidikan Komisi X DPR RI menilai implementasi anggaran pendidikan belum sepenuhnya dilaksanakan sesuai dengan amanat konstitusi, serta belum ada kesamaan ideologis antarpemangku kepentingan dalam membuat pendidikan menjadi investasi negara untuk mencerdaskan bangsa.

DPR Tolak Anggaran Wajib Pendidikan 20 Persen Diotak-atik Lagi

Ketiga, Panja Pembiayaan Pendidikan Komisi X DPR RI menilai pemerintah membiarkan terjadinya pelanggaran undang-undang yang berulang terkait anggaran pendidikan, di mana anggaran pendidikan masih dialokasikan untuk pendidikan kedinasan. Hal ini melanggarkan Pasal 49 ayat 1 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas).

Keempat, Panja Pembiayaan Pendidikan Komisi X DPR RI menilai Transfer ke dana Daerah dan Dana Desa (TKDD) tidak pernah dievaluasi. Adanya penyimpangan substantif ini, membuat pemerintah dan DPR tidak bisa mengetahui efektivitas penggunaan dampak dari anggaran pendidikan yang disalurkan lewat dana TKDD.

Kelima, Panja Pembiayaan Pendidikan Komisi X DPR RI menilai Dana Abadi Pendidikan belum dimanfaatkan secara maksimal. Ketidakmaksimalan ini membuat pembiayaan pendidikan yang disalurkan untuk Dana Abadi Pendidikan tidak berjalan efektif. (Lingkar Network | Anta – Lingkar.news)