PATI, Lingkarjateng.id – Viral di media sosial rumah milik Sumadi (44) warga Desa Treteg, Kecamatan Pucakwangi, Kabupaten Pati, dirobohkan karena tidak mau menikahi kekasihnya yang bekerja sebagai tenaga kerja wanita (TKW) di Dubai, Uni Emirat Arab.
Dalang perobohan rumah di Pucakwangi, Pati, tersebut adalah wanita bernama Karsini (38), Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal Semowo, Kecamatan Pabelan, Kabupaten Semarang. Ia membongkar dan merobohkan rumah tersebut lantaran sakit hati usai tidak jadi dinikahi secara resmi oleh Sumadi.
Sebelumnya, Karsini yang telah dinikahi siri oleh Sumadi dijanjikan akan dinikahi secara resmi. Karsini yang terlanjur kepincut dengan Sumadi pun mengirimkan uang dari hasil kerjanya di Dubai untuk membangun rumah tersebut. Namun, setelah rumah terbangun, Sumadi justru menikah secara resmi dengan wanita lain.
Parahnya, rumah yang dibangun dari uang hasil kiriman Karsini tersebut ditinggali Sumadi bersama istri barunya. Mengetahui hal itu, Karsini pun langsung meminta kembali uang yang sudah digunakan untuk membangun rumah tersebut sebesar Rp 100 juta dari total uang yang sudah dikirimnya Rp 250 juta.
Karena Sumadi tidak sanggup mengembalikan uang, bangunan rumah tersebut akhirnya dirobohkan atas dasar surat pernyataan bermaterai yang ditandatangani oleh Sumadi, Karsini, dan Kepala Desa Terteg Nur Khamim.
Dalam surat bertanggal 10 Agustus 2024 tersebut, tertulis kalimat “rumah tembok yang sampai saat ini masih berdiri dan ditempati saudara Sumadi sepakat kami robohkan”.
Dikonfirmasi di rumahnya, Kepala Desa Terteg Nur Khamim mengaku awalnya tak berani menandatangani surat kesepakatan tersebut.
“Tanggal 10 Agustus jam 9 malam ada tamu datang. Dia (Karsini, red.) minta stempel dan tanda tangan (surat kesepakatan merobohkan rumah, red.). Saya baca di situ menyatakan bahwa Karsini merupakan istri Sumadi. Mengakunya nikah siri. Saya tidak berani tanda tangan karena status pernikahannya tidak resmi,” ucapnya pada Jumat, 16 Agustus 2024 siang.
Nur Khakim pun menyiasatinya dengan meminta Sekretaris Desa Terteg untuk mengubah kata-kata yang tertulis status “suami-istri” menjadi “pernah menjalin cinta”. Hal itu dilakukan untuk menghindari konsekuensi hukum yang mungkin terjadi.
Usai sedikit kata-kata dalam surat kesepakatan antara Sumadi dan Karsini direvisi, barulah Khamim bersedia menandatanganinya.
“Dia bilang sudah kirim uang Rp 250 juta untuk membangun rumah sampai jadi. Begitu tahu Sumadi sudah menikah, minta ganti rugi. Awalnya minta Rp 200 juta, turun jadi Rp 100 juta. Karena tidak disanggupi, keduanya sepakat lebih baik rumah dirobohkan,” tandasnya. (Lingkar Network | Setyo Nugroho – Lingkarjateng.id)