JEPARA, Lingkarjateng.id – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Jepara menyayangkan ketidakhadiran Mantan Direktur Utama PT Bank Jepara Artha (BJA) Jhendik Handoko dalam rapat kedua Pansus Hak Interpelasi tentang pencabutan izin BJA pada Jumat, 26 Juli 2024.
Adapun rapat tersebut dihadiri Ketua Pansus Hak Interpelasi Padmono Wisnugroho beserta anggota, Asisten II Setda Jepara Heri Yulianto, Kepala Bagian (Kabag) Hukum Sekretariat Daerah (Setda) Jepara Wafa Elvi Sahiroh, Kabag Perekonomian Setda Jepara, Mantan Direktur Kepatuhan Jamaludin Kamal beserta jajaran mantan pejabat BJA.
Ketua Pansus Hak Interpelasi BJA, Padmono Wisnugroho, mengatakan kehadiran mantan dirut BJA Jendhik seharusnya sangat penting untuk mengetahui secara jelas masalah hasil dari temuan kredit macet BJA pada pertemuan sebelumnya.
“Kami sudah mengundang Pak Jhendik dua kali. Pihaknya tidak pernah hadir, dan tidak ada yang tau dia dimana,” ujarnya.
Pansus Hak Interpelasi DPRD Jepara Ungkap Beberapa Kejanggalan Kredit BJA
Wisnu mengatakan bahwa saat ini proses hukum terkait permasalahan BJA sudah berjalan baik secara perdata oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jepara dan secara pidana oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Oleh karena itu jika proses pidana sudah jalan, maka proses hukum perdata juga harus berjalan. Karena jika sudah ada proses hukum pidana, hal itu bisa dijadikan salah satu bukti penuntutan di hukum perdata.
“Apalagi jika sudah ada putusan dalam proses hukum pidananya, itu sudah jadi alat bukti yang kuat juga dalam persidangan perdata. Alhamdulillah dari keterangan tadi sudah dilakukan hanya saja kami belum bisa mendapatkan bentuk dari tuntutannya,” terangnya.
Adapun masa kerja Pansus Hak Interpelasi akan diperpanjang sampai keluar hasil persidangan yang saat ini sedang berlangsung. Tujuan pembentuan Pansus Hak Interpelasi salah satunya adalah untuk menyelamatkan penyertaan modal dari Pemkab Jepara sebesar Rp24 miliar.
“Kita harus menunggu proses persidangan. Untuk perkara perdata itu maksimal 6 bulan sejak disampaikan gugatan, kalau dimulai pada bula April berarti bulan Oktober sudah ada putusan. Itulah yang kita tunggu, makanya pansus ini bekerja sampai hasil putusan itu keluar,” terangnya.
Menurutnya, dalam pengajuan gugatan seharusnya ada dua macam gugatan, yaitu gugatan secara primer dan sekunder, dimana yang seharusnya hanya Rp24 miliar bisa lebih banyak lagi.
“Karena kerugian tidak hanya dalam bentuk uang saja, tapi juga mencangkup potensi-potensi yang ada,” ucapnya. (Lingkar Network | Tomi Budianto – Lingkarjateng.id)