REMBANG, Lingkarjateng.id – Upaya penarikan pajak terhadap tambang ilegal yang dilakukan Pemkab Rembang menuai sorotan Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK). Terkait hal itu, Pemkab Rembang mengaku punya alasan kuat dalam menarik pajak pada pelaku tambang liar.
Bupati Rembang Abdul Hafidz menjelaskan penertiban kegiatan pertambangan murni menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah (Pemprov Jateng). Sedangkan Pemkab Rembang hanya sebatas menyuarakan saja.
Termasuk urusan perizinan, para penambang harus mengurusnya melalui Pemprov Jateng. Menurut informasi yang ia terima dari penambang, mereka yang ingin memperoleh izin harus melewati proses pengajuan yang rumit.
“Kata mereka, kalau izin tanahnya harus 5 hektare. Kemudian kajian teknis lingkungan perlu waktu yang lama. Ini kata penambang lho ya, saya nggak tahu persis,” ungkapnya belum lama ini.
Berbeda saat izin tambang masih ditangani Pemkab, seingatnya perizinan relatif mudah.
“Waktu dulu masih ditangani kabupaten, angger izin ya tak izini. Soalnya di situ kan ada kewajiban, pasca penambangan harus ada reboisasi dan penataan lingkungan,” lanjut Hafidz.
Sehingga dalam kasus ini, terkait kegiatan penambangan mengantongi izin atau tidak, itu bukan kewenangan Pemkab Rembang. Karena hal itu ranah dari Pemprov Jateng.
Sementara untuk pajak dari pertambangan ilegal, kata dia, merupakan pajak eksploitasi.
“Siapa yang menambang di situ, musti dipungut pajaknya,” imbuhnya.
Jika Pemkab tidak menarik pajak eksploitasi, ia khawatir daerah justru tidak mendapatkan apa-apa. Sementara kondisi lingkungan menjadi semakin rusak. Ia mengklaim keputusan tambang liar tetap ditarik pajaknya sudah melalui konsultasi dengan para ahli.
“Kalau sekarang kita membiarkan itu, ya sudah, habis. Daerah nggak dapat apa-apa. Saya sudah konsultasi dengan pihak UGM terkait hal ini. Kami tidak ragu-ragu,” tandasnya.
Menurut Hafidz, bukan berarti Pemkab Rembang tidak peduli dengan lingkungan. Justru penarikan pajak dari tambang liar ia yakini hasilnya bisa untuk kepentingan masyarakat secara lebih luas. Ketimbang hanya jadi penonton saat kekayaan alam dieksploitasi.
“Justru dengan begitu, kami bisa mengetahui mana saja lokasi tambang yang kira-kira merusak lingkungan,” pungkasnya. (Lingkar Network | R Teguh Wibowo – Lingkarjateng.id)